Novel Konoha Hiden Chapter 7 - YUKKIMURA. BLOGS

Latest

Senin, 25 April 2016

Novel Konoha Hiden Chapter 7


MISI AKHIR, MULAI



Lee dan Tenten berbicara di tempat latihan.

 

Shikamaru dan Chouji tidak sengaja bertemu.

 

Sakura dan Ino berhadapan satu sama lain di toko favorit mereka.

 

Sai hancur di tempat sambil menatap langit.

 

Iruka bersenandung sambil menjemur cuciannya.

 

Dan Ichiraku sibuk seperti biasanya.

 

Tidak ada satupun yang menyadari serangga kecil yang terbang di dekat mereka.

 


⁰â‚’⁰


 

Hanya satu serangga. Serangga itu terbang tanpa lelah mengitari desa Konohagakure.

 

Serangga itu begitu kecil, sangat kecil hingga tidak ada yang memperhatikannya. Dan jika ada orang yang menyadarinya, serangga itu akan segera hilang dari pandangan mereka karena cuaca yang begitu cerah dan terang. Sulit untuk terus memperhatikan seekor  serangga kecil yang terbang berputar tanpa lelah.

 

Namun…

 

Tiba-tiba, serangga itu berhenti bergerak. Atau, untuk lebih akuratnya, dia berhenti sejenak untuk mengistirahatkan sayapnya.

 

Ketika seekor serangga menghentikan gerakannya di dekatmu, maka akan lebih mudah melihatnya.

 

Aburame Shino melihat lekat-lekat serangga bersayap di ujung jarinya melalui kacamatanya.

 

“…Kau sudah bekerja keras.” Ucapnya, berterima kasih pada serangga itu dengan suara senyap.

 

Saat dia melakukan itu, serangga di ujung jarinya berjalan ke telapak tangannya, dan dengan sangat tenang menghilang ke dalam lengan baju Shino.

 

Seekor serangga baru saja masuk ke dalam pakaiannya, namun Shino tidak panik. Malah dia menampakkan ekspresi yang sangat tenang di wajahnya.

 

Itu sangat natural.

 

Alasannya adalah karena Shino adalah shinobi yang terlahir dari klan Aburame, yang memiliki garis keturunan sebagai pengguna serangga. Orang-orang di klannya akan memperbolehkan serangga yang disebut Kikaichuu untuk tinggal dalam tubuh mereka. Setelah itu mereka dapat memerintahkan serangga itu sesuai keinginan mereka, dan sebagai balasannya, mereka memperbolehkan serangga itu untuk memakan chakra dalam tubuh mereka. Beginilah bagaimana kontrak mereka berlanjut.

 

Dan serangga yang baru saja menghilang ke dalam lengan baju Shino sesaat lalu, merupakan salah satu Kikaichuu yang dimanipulasi Shino.

 

Sangat wajar jika Shino tetap tenang, karena yang terjadi adalah serangga itu kembali ke sarangnya.

 

Dalam kontrak mereka, serangga-serangga itu umumnya digunakan dalam misi, namun mereka memiliki kegunaan yang luas. Selain menyerang dan melindungi, mereka membantu menangkap musuh yang diburu, melakukan hal seperti mengejar atau mencari. Mereka digunakan hampir dalam setiap skenario.

 

Sejumlah besar serangga dapat mengubah bentuk mereka menjadi seperti manusia dan menggunakan jurus mereka sendiri, dalam hal ini, Klan Aburame yang hidup berdampingan dengan serangga berjumlah besar sejak mereka lahir menjadi familiar dengan sifat serangga-serangga itu, dan menyempurnakan jutsu yang mereka gunakan saat mereka bertarung berdampingan dengan serangga-serangga itu. Mereka merupakan klan rahasia.

 

Dan hari ini Shino menggunakan jutsu rahasia klannya untuk memata-matai aktivitas teman-temannya. Dan alasan dia melakukan itu berada pada pria yang sedang berdiri di dekat Shino.

 

“Jadi, bagaimana?” Inuzuka Kiba bertanya sambil bermain dengan ninken (anjing ninja)-nya, Akamaru.

 

“Seperti yang perkirakan, tampaknya semua berusaha untuk menemukan hadiah pernikahan…” Jawab Shino dari tempat dia berdiri, dataran tinggi yang membuatnya bisa melihat jelas pemandangan desa.

 

“Seperti yang kupikirkan,” ucap Kiba. “Jadi, apa ada yang sudah menentukan hadiahnya?”

 

“Sebagian besar dari mereka belum. Tampaknya mereka bertemu untuk saling mengkonsultasikannya.”

 

Kiba bersorak pada jawaban Shino. “Yahoo! Tepat seperti yang kuinginkan!”

 

Sambil Kiba berbicara, dia menyapu jenggot yang tumbuh di wajahnya. Belakangan ini kiba tampak sangat menyukai jenggot itu, dan menyentuhnya kapanpun dia bisa, tampaknya itu sudah menjadi kebiasaan.

 

“Inilah kesempatan kita untuk beraksi saat semua orang khawatir. Inilah waktuku untuk bersinar.”

 

“Lebih akuratnya, ‘waktu kita’.” Koreksi Shino.

 

Kiba tertawa, “Aku tahu ituu. Ya kan, Akamaru?” Ucap Kiba, menepuk ninken-nya yang panjangnya melebihi tinggi Kiba.

 

Kiba terlahir sebagai klan Inuzuka yang merupakan klan pengguna ninken, jadi baginya, Akamaru adalah partner yang makan dan tidur bersamanya sejak kecil. Begitu juga bagi Akamaru, dan hingga kini mereka telah melewati 10 tahun bersama, Akamaru masih terus mendampingi Kiba dalam setiap misinya.

 

Akamaru langsung menggonggong sebagai jawaban pertanyaan Kiba.

 

“Yeah, itu benar.” Ucap Kiba. “Kita akan menemukan hadiah yang tidak akan diberikan orang lain, hadiah yang hanya akan diberikan oleh Tim Delapan.”

 

Tim Delapan huh…

 

Shino berpikir sambil melihat Kiba dan Akamaru yang bermain bersama.

 

Pikirannya kembali ke hari pertama dimana mereka diletakkan di tim yang sama dengan Kiba.

 

Shino yang pendiam, Kiba dan Akamaru yang banyak tingkah, dan Hinata yang penyendiri dan bijaksana.

 

Ketiga orang itu dan seekor hewan menjadi anggota dari Tim Delapan.

 

Mereka adalah teman yang berlatih bersama, saling mendukung dan selalu bersama.

 

Namun, saat Hinata yang sudah dewasa sudah dapat diperhitungkan, Kiba cenderung gaduh dan sangat sembrono untuk mengambil kepemimpinan. Saat Shino diletakkan di tim yang sama dengan Kiba, dia menemukan karakter Kiba yang berbeda dan cara berpikirnya yang sangat membosankan, dan menghabiskan hari-harinya menghela nafas dan meratapi masa depan yang tidak diragukan lagi.

 

“Aku rasa kami tidak akan bisa bergaul dengan baik denganmu. Alasannya adalah karena kami–”

 

Bahkan kini, Shino dapat mengingat dengan jelas dirinya yang dulu mengatakan hal itu. Kemudian, kata-katanya terpotong karena saat itu Kiba bersorak: “Ada apa denganmu? Kau sangat suram!”

 

Kiba sudah menjadi orang yang kasar sejak dulu, selalu berbicara dengan suara keras seperti orang bodoh.

 

“Kiba…apa kau ingat apa yang kukatakan saat perama kali kita diletakkan di tim yang sama?” Shino tiba-tiba bertanya tanpa alasan. Impulsif merupakan sifat Kiba

 

Namun, kemungkinan besar Kiba tidak mengingatnya.

 

“Pertama kali…?” Tanya Kiba, “Oh yeah, waktu itu saat kita makan siang di tempat latihan.”

 

Kiba masih menempuk Akamaru sambil berpikir, memandang langit. Lalu,

 

“Ya, waktu itu… ‘hanya kotak makanku yang ada serangganya’ atau sejenis itu-“

 

“Aku tidak pernah mengatakan itu.” Ucap Shino.

 

Apa? Lupakan mengingatnya, Kiba bahkan membentuk memori palsu yang tidak masuk akal. Shino memperbaiki tatapannya pada Kiba, merasakan kecemasan yang dirasakannya dulu masih ada dalam dirinya.

 

“Ap-apa? Bukan itu yang kau katakan?” Kiba tampak kebingungan karena tatapan Shino sesaat sebelum memulih, “Yah, lupakan detail kecil itu. Hadiah pernikahan jauh lebih penting, kan?”

 

Kiba menyeringai lebar hingga kaninusnya tampak. Shino merasa bahwa kemampuan Kiba untuk mengubah mood dengan cepat tidak bagus, bahkan sangat buruk.

 

Saat itu juga:

 

“Kau tahu, Shino,” nada suara Kiba berubah. Angin kencang berhembus antara mereka berdua. Kiba lanjut berbicara dengan ekspresi serius di wajahnya, “Aku senang karena Kakashi-sensei menjadikan ini misi, bahkan aku bisa mengerti kalau Kakashi-sensei dan yang lainnya hanya menyebut ini sebagai misi dalam bentuk nama saja. Karena dia orang yang memiliki penilaian eksentrik. Tapi, bagiku, aku benar-benar menganggap ini adalah sebuah misi, menurutku ini akan menjadi misi terakhir untuk kita sebagai anggota Tim Delapan…”

 

Shino tidak mengeluarkan suara setuju apapun, tatap tenang dan mendengarkan dalam diam.

 

“Kita seperti diberikan misi terakhir.” Lanjut Kiba. “Sepertinya mungkin Kakashi-sensei sudah mengatur ini secara khusus untuk tujuan itu? …Atau aku yang terlalu berlebihan memikirkannya…”

 

Kiba berhenti bicara dan mengalihkan pandangannya, tertawa karena merasa malu.

 

“Tidak, kau tidak berlebihan memikirkannya…” Ucap Shino.

 

Shino sangat mengerti perasaan Kiba hingga terasa menyakitkan. Itu karena dia juga merasakan hal yang sama.

 

Hinata saat ini sibuk mempersiapkan pernikahan. Kiba dan Shino menjalani banyak misi sebagai chuunin, memimpin tim mereka sendiri. Mereka berempat tidak bisa menjalani misi apapun sebagai Tim Delapan. Dan, kemungkinan besar, setelah ini mereka akan—

 

“Misi terakhir Tim Delapan untuk Hinata, huh…”

 

Tidak ada orang lain yang akan dilibatkan. Ini adalah sesuatu yang hanya orang-orang yang berada dalam tim mereka sejak mereka masih muda, yang melewati suka duka bersama mereka yang akan mengerti.

 

Kiba dan Shino, dan juga Akamaru… Inilah sesuatu yang benar-benar tidak bisa dilakukan orang lain selain Tim Delapan.

 

Itulah mengapa Shino mengirim Kikaichuu-nya terbang dan menginvestigasi keadaan teman-teman mereka. Sehingga Shino dan Kiba bisa memberikan hadiah yang lebih indah dibanding yang lain. Sehingga mereka bisa membuat Hinata senang.

 

“Jadi, apa yang akan kita lakukan…?” Tanya Shino.

 

Kiba terdiam. Dia menatap kosong tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

 

Keheningan terus berlanjut di antara mereka berdua, Akamaru masih terus bermain-main, melolong sambil melihat Kiba.

 

Shino tidak menoleransi keheningan Kina.

 

“Apa sebenarnya kau belum memikirkan apapun?”

 

Kiba mengangguk dalam diam.

 

Dia mengatakan semua itu, tapi pada akhirnya dia tidak punya apapun selain rasa antusiasnya. Seperti yang diperkirakan, Kiba akan selalu menjadi Kiba. Kebiasaannya ini tidak pernah berubah sejak dulu.

 

“Untuk sekarang, kita harus memikirkan apa yang Hinata sukai. Tidak boleh yang tidak disukainya. Alasannya adalah jika kita memberikannya sesuatu yang, contohnya, ternyata tidak disukainya di hari pernikahan yang ditunggu-tunggunya, suasananya akan jadi buruk.”

 

Mereka telah melalui banyak misi bersama Hinata bertahun-tahun. Cukup untuk mengatakan mereka adalah teman yang ‘makan dari tempat yang sama’. Tidak diragukan lagi bahwa mereka lebih mengetahui apa yang disukai Hinata.

 

“Yang disukai Hinata adala, yah, ada zenzai…” Ujar Kiba.

 

Shino memikirkannya. Benar bahwa Hinata sangat menyukai sup yang terbuat dari kacang merah Azuki itu, kapanpun mereka beristirahat saat latihan atau berhenti di kedai teh saat misi, mata Hinata akan berbinar jika dia melihat zenzai.

 

“Dan kemudian…yeah, oshibana (seni menata bunga kering).” Ujar Kiba, “Dia sangat suka membuat oshibana. Ya ampun, dia punya hobi yang sederhana sekali.”

 

Zenzai dan oshibana…keduanya tidak bisa jadi hadiah pernikahan. Kalau dipikir-pikir, apa ada orang di dunia ini yang menjadikan sup sebagai hadiah pernikahan?

 

Shino menguras otaknya.

 

“Ah, tunggu, benar juga. Naruto, dia sangat suka makan ramen, kan?” Ucap Kiba tiba-tiba.

 

“Ya,” ucap Shino. “Dia sering sekali makan ramen, kan?”

 

“Dan, kau tahu,” ucap Kiba, “Ini sesuatu yang mengejutkan yang tidak semua orang tahu, tapi, Naruto sangat menyukai oshiruko.*”

 

“Oh, jadi begitu? Sekarang karena kau mengatakannya. Aku sebelumnya pernah melihatnya makan sup itu dari kaleng.”

 

“Benar kan? Ada yang lebih mengejutkan dari itu. Naruto punya hobi menyiram tanaman. Dan bukan hanya menyiram tanaman.” Kiba memasang ekspresi gembira sambil mengecilkan suaranya, berbisik. “Naruto, dia suka berbicara pada tanaman itu sambil menyiramnya. Tentu saja ketika hanya dia yang ada di kamarnya. Akamaru dan aku sedang berjalan-jalan di depan rumahnya saat tidak sengaja mendengarnya, berbicara pada tanaman yang sedang disiramnya. Dia punya sisi yang aneh ya, berbicara pada tanaman. Ya kan, Akamaru?”

 

Akamaru mengonggong keras sebagai jawabannya, Shino tidak mengerti apa yang dikatakan Akamaru, tapi dia tahu kalau itu artinya ‘Tepat sekali!’.

 

“Itu sangat tidak biasa.” Ucap Shino. “Berbicara pada serangga itu normal, tapi bicara pada tanaman… Mungkin dia merasa sangat bosan, tapi ada kemungkinan lain… baiklah, untuk lebih pastinya lebih baik kita pergi dan melihat situasi itu sendiri…” Dia melipat tanggannya dan mengangguk.

 

Naruto memang punya sisi aneh dalam dirinya, kalau dipikir-pikir, dulu Naruto bahkan bermain poker dengan kage bunshin-nya sendiri. Yah itu yang terjadi kalau kau tidak bermain dengannya, pikir Shino.

 

“Tapi kau tahu tidak,” ujar Kiba, “Kalau dipikir lagi, itu cukup menakjubkan.”

 

“…Apanya?”

 

“Kau tahu, hal-hal yang mereka suka. Seperti zenzai dan oshiruko*? Dan oshibana untuk mengawetkan tanaman, dan menyiramnya untuk merawatnya, hal seperti itu. Bagaimanapun kau melihatnya, hobi dan hal-hal yang mereka sukai itu tampak sejenis, iya kan?”

 

“Begitu, kau benar soal itu. Tapi Kiba…”

 

“Mmm? Apa?”

 

“Yang paling penting itu hadiah pernikahannya…”

 

“Ah, yeah. Apa yang harus kita lakukan…?”

 

Keheningan menyelimuti untuk kedua kalinya. Kiba duduk, melamun sambil membelai Akamaru. Shino berdiri seperti biasa memandang bebatuan di tanah.

 

“Kalau begitu…ayo kita tanya orang lain…”

 

Saat ini Kiba-lah yang tidak bisa menahan keheningan itu.

 

“Yang lain juga saling bertanya, kan?” Ujar Kiba, ”Ayo kita lakukan itu juga…yeah?”

 

Kemana Kiba yang sangat antusias membicarakan misi terakhir Tim Delapan tadi pergi?

 

Itulah yang dipikirkan Shino sambil memandang semut yang berbaris melewati kakinya.

 

Dia memikirkan itu, tapi dia tidak mengatakannya, karena Kiba sudah memberinya ide yang lebih baik.

 

“Kurasa kita tidak punya pilihan lain selain berkonsultasi dengan seseorang…”

 

“Baiklah! Jadi, siapa yang mau kita tanya? Ayahmu? Kalau ibu dan kakakku, tidak akan bisa, kau tahu? Mereka sangat berbeda dengan Hinata.” Ucap Kiba, beranjak berdiri.

 

Astaga, dia tidak sabaran.

 

“Ada seseorang yang sangat cocok untuk misi terakhir Tim Delapan.” Ucap Shino. “Jika kau tanya siapa, maka orang itu adalah–”

 

“Aku tahu siapa yang kau maksud! Baiklah, ayo Akamaru!”

 

Kiba langsung mengerti apa yang Shino maksud sebelum dia menyelesaikan perkataannya. Dia langsung berlari dengan Akamaru. Kedua sosok itu perlahan mengecil dari kejauhan.

 

Dia tidak punya sedikitpun ketenangan dalam dirinya…

 

Pikir Shino, dan mulai berjalan mengejar Kiba.

 

⁰â‚’⁰

 

Saat Shino akhirnya tiba di tempat yang mereka tuju, Kiba dan Akamaru sudah disana seperti berada di rumah sendiri.

 

Akamaru tengkurap di karpet, dan Kiba tenggelam dengan nyamannya di sofa.

 

Shino masuk dengan tenang.

 

“Oh hey, kau terlambat.” Ucap Kiba, memegang cangkir teh.

 

Kiba duduk terlalu santai, seperti duduk di rumahnya sendiri. Ya ampun, kata ‘menahan diri’ ternyata benar-benar asing bagi otak Kiba.

 

“Kau terlalu santai, Kiba.” Ucap Shino, perlahan duduk.

 

Saat dia melakukan itu, seorang balita datang berlari dari ruangan lain, dan melempar tubuhnya ke Akamaru.

 

“Akakiba! Akakiba!” Ucapnya, menarik telinga Akamaru.

 

Akamaru memiringkan lehernya, tampak terganggu, tapi kemudian berbaring lagi dan membiarkan anak itu melanjutkan apa yang dilakukannya.

 

“Aku terus bilang padamu, aku Kiba, dan dia Akamaru.” Ucap kiba dengan penekanan. Sepertinya mereka sudah berkali-kali mengulang pembicaraan ini.

 

Anak itu menjerit senang, menikmati apa yang dilakukannya dan tertawa. “Akakiba dan Kibamaru!”

 

“Sekarang kau malah mencampur-adukkannya huh… Yaampun, Mirai…”

 

Anak itu bernama Sarutobi Mirai. Dia adalah putri mendiang Sarutobi Asuma.

 

“Kenapa kau seperti ini…? Apa karena warna bulu Akamaru itu putih, jadi kau bingung…?” Gumam Kiba, memberikan tatapan serius pada Mirai, yang menenggelamkan wajahnya senang ke tubuh Akamaru.

 

Benar bahwa Akamaru sangat berbeda dengan namanya, bulunya berwarna putih. Kiba menamainya ‘Akamaru’ karena setelah memakan pil spesial yang Kiba buat, Akamaru akan diselimuti darah dalam pertarungan.

 

Namun, Shino merasa bahwa warna bulu Akamaru tidak terlalu berhubungan dengan ini.

 

Alasan yang dipikirkannya adalah karena Kiba dan Akamaru sering bermain dengan Mirai.

 

Jika Mirai tidak sering melihat mereka, maka akan normal baginya untuk tidak mengingat nama mereka, tapi tidak dengan Kiba dan Akamaru. Dan karena itu, Mirai mencampur-campurkan nama mereka.

 

Kemungkinan besar karena Kiba dan Akamaru sangat dekat dan sering bersama makanya Mirai melakukan itu. Sebenarnya, Shino benar-benar berharap bahwa itu alasannya.

 

“Tampaknya dia masih tidak mengingat perbedaan kalian meskipun kalian sering kesini dan bermain dengannya.” Shino tidak bermaksud mengucapkan kata-kata itu, tapi kata-kata itu keluar dengan sendirinya.

 

Kiba menopang kepalanya sedih. “Itu tidak masalah.” Gumamnya.

 

“Anak kecil sering melakukan itu.”

 

“Itu paman serangga!” Ucap Mirai tiba-tiba, menunjuk Shino.

 

Shino merasakan sakit yang menjalar, dan Kiba yang tadinya menopang kepala tidak bersemangat, langsung tertawa keras.

 

“A..aku kakak serangga…” Ucap Shino, tidak bisa menyembunyikan getaran dalam suaranya.

 

“Alasannya adalah karena aku masih terlalu mud–”

 

“Aku sudah dengar apa yang terjadi dari Kiba.” Sebuah suara muncul di belakangnya.

 

Shino menolehkan kepalanya untuk melihat wanita berambut hitam berkilau. Ibu Mirai, Sarutobi Kurenai yang datang membawa teh dan beberapa makanan.

 

Dia sudah melewati masa hamil dan melahirkan, dan sekarang dia lebih mengurus rumah dan anaknya, namun bagi Kiba dan Shino dan Hinata, dia tetap menjadi guru mereka yang membimbing Tim Delapan.

 

Shino dan Kiba berpikir jika mereka ingin bertanya tentang misi terakhir Tim Delapan pada seseorang, maka orang itu adalah dia, Itulah kenapa mereka datang kemari. Tapi…

 

“Hadiah untuk Hinata, huh…” Ucap Kurenai, meletakkan piring –penuh snack– di atas meja dan duduk. 

 

“Tapi daripada aku, bukannya lebih baik bertanya pada Hanabi?”

 

“Tidak, yah, maksudku iya sih, tapi….” Gumam Kiba, tangannya berhenti dari kegiatan mengambil snack favoritnya, beef jerky (seperti dendeng kering).

 

Hanabi adalah adik perempuan Hinata. Dibandingkan Hinata yang biasa saja dan tidak terlalu fashionable, Hanabi jauh lebih fashionable dan seleranya sangat bagus.

 

“Kami rasa lebih baik untuk…tidak melibatkan anggota keluarga…” Kiba mencoba bicara sopan dengan canggung, tidak seperti cara bicaranya yang biasa.

 

Belakangan ini, Kiba mencoba untuk berbicara lebih sopan pada Kurenai. Alasannya adalah dia sadar bahwa kau tidak bisa berbicara dengan gurumu seperti kau berbicara dengan sahabat lamamu.

 

“Da-dan kemudian, tentu saja, yah…kami…tidak dekat…dengannya.” Kiba tergagap.

 

Meskipun mereka sudah beberapa kali datang ke kediaman Hyuuga untuk bertemu Hinata dan sejenisnya, baik Kiba maupun Shino tidak pernah bertemu dengan Hanabi selain pada kesempatan itu. Rasanya aneh kalau tabi-tiba saja detang dan berkonsultaso dengannya tentang hadiah pernikahan, ditambah lagi, seperti yang dikatakan Kiba, jika mereka melibatkan anggota keluarga Hinata, maka ada kemungkinan pembicaraan itu akan sampai ke telinga Hinata.

 

“Hmm, kau benar…” Kurenai melipat tangannya dan berpikir.

 

Sementara itu, Kiba akhirnya mendaratkan tangannya pada beef jerky-nya, mengunyahnya sambil bergumam “Perasaan saat kau mengunyahnya itu sangat penting…perasaannya…” seolah-olah itu adalah mantra.

 

Ada alasan lain kenapa Kiba jadi begitu kecewa saat persoalan Hanabi disebut-sebut, Shino tahu sedikit soal itu, Kejadian itu terjadi saat mereka diberitahu kabar mengejutkan tentang kemungkinan bulan jatuh.

 

⁰â‚’⁰

 

Memori tentang saat-saat itu adalah ketika meteor menghujani bumi yang rasanya seperti hari terakhir kehidupan mereka masih segar di ingatan Shino. Sebagian besar desa kini sudah diperbaiki, kau bisa melihat luka yang ditinggalkan masih membekas, tidak peduli sudah berapa bulan ataupun tahun berlalu, kau tidak akan bisa menggantikan pepohonan yang dihancurkan oleh meteor, atau kawah meteor yang diakibatkannya.

 

Shinobi dikumpulkan untuk melindungi desa dari hujan meteor, dan di tengah itu, sebuah tim dibentuk untuk menyelamatkan Hanabi, yang diculik oleh dalang peristiwa itu.

 

Sebuah tim yang dibentuk untuk menemukan persembunyian orang itu dan juga menyelamatkan Hanabi.

 

Misi seperti itu adalah keahlian Kiba, karena dia adalah pengguna ninken yang memiliki penciuman yang sangat hebat. Dia penuh dengan rasa percaya diri, mengatakan bahwa kemungkinan besar dia akan dipilih karena hubungannya dengan Hinata sebagai Tim Delapan.

 

Tapi, nama Kiba tidak tertulis dalam daftar orang-orang yang dipilih dalam misi itu.

 

Kiba menjadi sangat murung karena itu.

 

“Kenapa aku tidak ada…? Kalau itu aku, aku bisa langsung menemukan Hanabi… Aku pasti bisa membantu… aku benar-benar ingin menemukan persembunyian orang yang menjijikkan itu dan mengalahkan dia dengan jutsu baruku… Aku ingin membantu menghentikan bulan yang jatuh…”

 

Sampai sekarang, Shino masih mengingat jelas gerutuan Kiba yang tidak berujung itu.

 

“Sudah…sudah…” Kiba bergumam putus asa, dan Shino teringat untuk mengatakan ini padanya, 

 

“Yah, dunia mungkin akan segera berakhir…”

 

Kenapa dia mengingat itu? Mungkin karena Kiba mengabaikan soal itu.

 

Namun, Shino merasa bahwa Kakashi-sensei memilih tim yang benar untuk misi itu.

 

Kakashi-sensei adalah Rokudaime Hokage, dan harus membuat keputusan sambil memikirkan nyawa orang lain, jadi daripada meletakkan Kiba di tim penyelamatan Hanabi, dia meletakkan Kiba di tim penyelamatan di desa. Misi Kiba adalah menemukan orang-orang yang terkubur dalam puing-puing bangunan yang runtuh akibat serangan meteor.

 

Itu adalah misi penting karena hanya dapat dilakukan oleh kemampuan penciuman Kiba dan Akamaru.

 

Dan Shino juga masuk dalam tim penyelamatan bersama Kiba. Itu karena serangga-serangganya bisa masuk ke puing-puing yang tidak bisa dimasuki anjing. Sambil Shino dan Kiba mengelilingi desa dengan menunggangi Akamaru, mereka berhasil menyelamatkan banyak orang yang tidak sempat menyelamatkan diri sebelum meteor jatuh.

 

Dan kemudian Kiba tidak beristirahat di tempat pengungsian, malah dia tetap berada di luar untuk menolong orang-orang yang masih percaya hari esok akan datang, shinobi desa begitu juga dengan pemiliki Ichiraku ramen, Teuchi yang sedang menyiapkan bahan-bahan untuk ramennya besok. Dia bahkan berkoar-koar tentang bagaimana meteor menuju ke kedai itu, dan menghancurkan meteor itu dengan jutsu barunya. Dia mengerahkan usaha yang besar untuk misinya itu.

 

Sayangnya bagi Kiba, yang melihat semua kerja kerasnya itu hanyalah Shino yang selalu berada di sampingnya, dan Shino tidak pernah memberitahu apa yang terjadi hari itu pada siapapun. Shino merasa bahwa perbuatan baik seperti itu bukanlah hal yang harus dipamerkan.

 

⁰â‚’⁰

Shino memperhatikan Kiba yang menggigit beef jerky nya asal-asalan.


 



Shino berpikir kemungkinan Kiba teringat memori pahit saat dia tidak dipilih dalam misi penyelamatan Hanabi ketika dia mendengar nama itu.

 


Namun, Shino tahu.

 

Dia tau ketika sangat dibutuhkan, Kiba adalah pria yang bisa dipecaya. Dia tahu bahwa Kiba telah mengelilingi desa bersama Akamaru dan menyelamatkan nyawa banyak orang. Dia tahu bahwa Kiba bahkan melindungi Ichiraku Ramen ketika sedang berada disana.

 

Hanya Shino yang mengetahui hal itu.

 

Tidak apa-apa kan? Meskipun Shino tidak benar-benar bisa mendengar nama jutsu baru yang digunakan Kiba karena suara meteor yang berjatuhan terlalu keras, tapi tetap saja, tidak apa-apa kan membiarkan semuanya seperti itu?

 

“Ahh, dibanding teh, aku lebih suka minum shouchuu…” Gumam Kurenai, membawa beberapa snack ke mulutnya.

 

Kurenai terkenal menyukai alkohol sejak dulu. Di atas itu semua, dia menyukai minuman yang berat, dan banyak meminum minuman itu, dia adalah peminum berat.

 

Tidak mungkin bagi Shino membayangkan untuk menjadikan minum alkohol sebagai hobi karena dia tidak pernah menyentuh alkohol setetespun.

 

Alkohol itu tidak baik. Membuat serangganya keracunan. Shino menghindari apapun yang baunya kuat. Baik makanan, minuman, atau bahkan obat-obatan, jika baunya sangat kuat atau komposisinya memiliki pengaruh kuat, maka itu akan mempengaruhi serangga-serangganya. Bagi pengguna serangga, itu adalah situasi hidup-atau-mati. Karena itulah Shino suka memakan makanan yang lunak bagi manusia maupun serangga, seperti salad.

 

“Ah, sebenarnya, ngomong-ngomong soal alkohol, apa kau tahu tentang cerita ini?” Ucap Kurenai, mengalihkan pandangannya dari Mirai dan Akamaru ke Shino dan Kiba, 

 

“Dulu, Klan Senjuu biasanya memberikan wine madu sebagai hadiah pernikahan.”

 

“Senjuu? Kurasa aku pernah dengar nama itu dalam kelas sejarah…” Kiba memiringkan kepalanya bingung, menarik-narik jenggotnya.

 

Shino menggeleng-gelengkan kepalanya kesal.

 

“Shodai dan Nidaime Hokage.” Ujar Shino.

 

“Ah, yeah! Tidak, tentu saja aku tahu itu!” Ucap Kiba.

 

Kurenai tersenyum melihat mereka.

 

“Melihat kalian berbicara seperti itu mengingatkanku pada masa lalu,” Ucap Shino.

 

Melihat Kurenai tersenyum juga membuat Shino teringat masa lalu.

 

Sejujurnya, Kurenai dulu merupakan guru yang sangat keras.

 

Keras kepala…adalah kata yang terlalu kasar, tapi dia adalah pengguna genjutsu yang sangat sensitif.

 

Dia sangat sering menggunakan genjutsu yang memusingkan saat mereka latihan, dan bahkan hanya mengingatnya membuat Shino mual, begitulah tingkat keparahannya. Tentu saja, itulah cara Kurenai menunjukkan kasih sayangnya, dan itulah yang menguatkan anggota Tim Delapan, tapi tetap saja, pasti orang lain meragukan bagaimana bisa orang seperti itu melunak setelah menjadi seorang ibu.

 

“Lihatlah bagaimana kau berpikir dengan jenggot, dulu wajahmu itu sangat mulus dan licin.” Ucap Kurenai, tersenyum lebar sambil mencubit pipi Kiba dengan kedua tangan.

 

“Owwww, towong bewhwenti Kuwenai-senswee…!”

 

Kurenai terlihat begitu terhibur.

 

Mungkin dia tidak benar-benar melunak.

 

“Jadi, sensei, bagaimana cerita wine madu dari Klan Senju tadi?”

 

Menolong teman yang membutuhkan…bukanlah motivasi Shino. Dia hanya ingin mendengarkan seluruh cerita itu.

 

“Ah, yeah. Klan Senjuu, seperti namanya, mereka tinggal di hutan,” ucap Kurenai, melepaskan pipi Kiba. Ada banyak beruang di hutan, kan? Dan kau bagaimana beruang akan menghancurkan sarang lebah untuk mengambil madu di dalamnya, kan? Orang-orang bilang bahwa wine madu itu berasal dari madu dalam sarang lebah rusak itu yang tercampur dengan air hujan. Itu ditemukan sejak dulu oleh Klan Senju yang tinggal di dalam hutan. Itu merupakan minuman yang menakjubkan bagi mereka, minuman itu mengandung nutrisi madu dan membuat mereka bertenaga. Jadi, sejak itu, membuat wine madu perlahan menjadi bagian dari budaya mereka.

 

“Kenapa mereka memberikannya sebagai hadiah pernikahan?”

 

“Baiklah, pertama, karena saat itu resep wine madu belum sempurna, jadi wine itu langka, tapi yang paling penting, karena kandungan nutrisinya yang tinggi. Teorinya adalah madu itu berlimpah, sehingga yang meminumnya akan mendapatkan kesuburannya. Selain itu, karena fakta bahwa alkohol selalu digunakan dalam perayaan sejak dulu.”

 

“Tapi, Naruto itu tidak minum alkohol, kau tahu?”

 

“Naruto lebih suka minum kuah sup dan oshiruko.”

 

Kurenai menghela nafas saat Kiba dan Shino mengatakan itu. “Kebiasaan makan anak itu sangat condong.”

 

Shino dan Kiba bergidik mengingat saat mereka datang ke rumah Naruto, mereka menemukan isi dapurnya hanya ramen. Belakangan ini Naruto mengatakan bahwa dia mulai memakan sayuran, tapi nyatanya hanya sebatas beberapa tomat ceri.

 

“Bukannya harusnya dia sudah mati sekarang?” Ujar Kiba, komentar yang wajar mengingat Kiba adalah pemakan daging. Kau pasti berpikir bahwa Hinata harus melakukan sesuatu.

 

“Tapi, baiklah, bagaimanapun, wine madu bisa digunakan sebagai obat, dan untuk memasak juga. Jika itu Hinata, dia pasti bisa menemukan manfaat wine madu itu. Selain itu, Hinata mungkin tidak langsung menggunakannya. Bukannya ide yang indah dan romantis baginya untuk membuka wine madu itu suatu hari dan mengingat-ngingat kembali hari pernikahannya?”

 

“Aku mengerti, kalu dipikir seperti itu, sebuah hadiah pernikahan yang disebutkan dalam sejarah dan legenda merupakan hadiah yang terbaik.” Ujar Kiba, 

 

“Dan yang paling penting, itu merupakan sesuatu yang digunakan oleh klan pendiri Konoha. Itu adalah hadiah yang cocok untuk kuberikan, sebagai calon Hokage.”

 

Kiba mengangguk sambil memejamkan mata. Kemungkinan dia sedang membayangkan dirinya menjadi Hokage di masa depan.

 

Shino, di sisi lain, berpikir dalam diam. Ada sesuatu yang sedikit mengganggunya.

 

Wine madu adalah ide yang mereka dapat dari pecinta alkohol, Kurenai-sensei. Shino dan Kiba belum memikirkan pilihan mereka. Namun, tidak peduli seberapa Shino tidak tertarik dengan alkohol, dia memiliki pemahaman dasar tentang berbagai jenis alkohol yang dijual di toko ataupun bar di Konoha.

 

“Hey Shino, ayo cepat kita pergi membelinya!”

 

Kiba sangat bersemangat, tapi Shino merasa tidak pernah melihat wine madu di sekitar desa.

 

“Apa wine seperti itu dijual?” Gumam Shino,

 

“Rasanya aku baru mendengar itu pertama kalinya dalam hidupku…”

 

Kurenai menjawab dengan ringan, “Itu tidak  dijual.”

 

“Huh?” Kiba mengeluarkan suara seperti orang bodoh saat mendengar komentar Kurenai.

 

“Kalau itu dijual, aku pasti sudah membelinya. Wine itu sangat langka di desa kita.”

 

“Uhm…la-lalu apa yang harus kita lakukan?!”

 

“Wine madu legendaris itu adalah wine yang hanya pernah kurasakan sekali, bertahun-tahun yang lalu. Hanya itu yang bisa kukatakan.”

 

“Oh tidak…”

 

Wajah Kiba terlihat seperti dunia akan segera berakhir. Nyatanya, Shino merasa Kiba terlihat lebih buruk daripada saat bulan akan jatuh. Kiba benar-benar memiliki ekspresi wajah yang tidak terhingga, pikir Shino sambil memperhatikan Kiba dengan tabah.

 

“Wine madu yang pernah kuminum itu diberikan oleh pedagang yang sedang mengembara. Rasanya sangat enak, jadi aku bertanya padanya darimana dia mendapatkan wine itu. Kurasa aku akan membelinya juga. Dan, apa kau tahu jawabannya?” Kurenai berhenti sejenak, wajahnya berubah suram. “Dia bilang dia membelinya di Soraku.”

 

“Maksudmu para pedagang gelap itu…?!”

 

Soraku…sekelompok pembelot yang tidak terjangkau oleh negara atau desa manapun. Orang-orang mengatakan desa itu tampak seperti desa biasa yang tidak dilirik, tapi nyatanya itu adalah kampung halaman dari sebuah klan pedagang gelap. Itu merupakan tempat yang tidak memiliki rumor bagus, sejenis tempat dimana kau bisa mendapatkan senjata langka yang dilarang dimanapun.

 

“Untuk lebih akuratnya, pedagang itu mengatakan bahwa dia mendapatkan wine madu itu dari peternak lebah yng tinggal di Soraku.”

 

“Jadi mereka juga memiliki peternak lebah?”

 

“Yah para pedagang gelap yang tinggal disana tidak bisa hidup hanya dengan senjata dan uang, kau tahu, jadi disana pasti ada komunitas asli yang memasok kebutuhan hidup.”

 

Karena pedagang yang menjual wine madu itu dari Soraku dan mengunjungi Konoha, itu artinya pasti ada cara untuk berkomunikasi dengan komunitas di Soraku.

 

“Aku tidak berhasil menemukannya, tapi kalian Tim Delapan, ahli dalam memburu orang, kan?” Ucap Kurenai dengan senyum jahilnya. Dia tampak cukup serius akan hal itu.

 

“Serahkan saja pada kami,” ujar Kiba, 

 

“Selama aku dan Shino dan Akamaru ada, itu akan jadi hal yang sangat mudah!”

 

Kiba berdiri setelah mengatakan itu, dan Akamaru yang sudah membiarkan Mirai melakukan apapun yang diinginkannya sekarang juga berdiri tanpa komando dan pergi ke sebelah Kiba.

 

Mirai memperhatikan Akamaru yang meninggalkannya, dan berbicara dengan suara yang menunjukkan betapa enggannya dia berpisah:

 

“Shinomaru pergi?”

 

“Aku selalu bilang padamu, dia Akamaru! Dan kalau dipikir lagi, kau benar-benar mencampur nama kami sekarang, iya kan?!”

 

Shino memperhatikan pemandangan biasa itu, saat Kurenai memintanya untuk menghadapnya.

 

“Hey,Shino…” Ucap Kurenai dengan suara yang sangat kecil agar yang lain tidak mendengar.

 

“Kiba tidak punya penilaian yang begitu bagus. Kau mengerti maksudku, kan?”

 

Shino mengangguk diam, melihat mata Kurenai.

 

Saat kau disana, belikan aku juga ya…!

 

Itulah pesan Kurenai ingin sampaikan.

 

“Tidak masalah.” Ucap Shino, kemudian pergi.

 

⁰â‚’⁰

 

Dari cabang ke cabang. Mereka melompati hijaunya pepohonan.

 

Shino dan Kiba, dan Akamaru, berangkat dari desa sebagai satu tim untuk mendapatkan hadiah pernikahan Hinata. Secepat itu juga, mereka sudah memberikan jarak sejauh satu gunung antara mereka dan Konoha.

 

Kiba mengenakan jaket di luar rompi Konoha yang sudah sedikit diperbarui. Jaket itu dibuat secara kasar dengan bulu di dalamnya. Shino mengenakan jubah panjang favoritnya di luar rompinya, dan menaikkan tudung kepalanya.

 

Inilah pakaian mereka untuk misi.

 

Dengan kata lain, itu merupakan pakaian yang sangat cocok dengan Misi Akhir Tim Delapan.

 

Rompi Konoha yang telah diperbarui tidak lagi memiliki saku ganda untuk gulungan di kedua sisi dadanya, lebih mengutamakan kemudahan bergerak dibanding yang lain.

 

Yang lebih mengejutkan adalah rompi itu lebih ringan dari yang lama, namun lebih tahan. Hal yang tidak mungkin terpikirkan dulu. Itulah tanda perkembangan teknologi. Membuatmu begitu menyadari bahwa waktu telah berlalu. Desa dan orang-orang dan juga banyak hal, semuanya berubah satu persatu.

 

Memikirkan bahwa dia telah mencapai usia dimana dia merasa bahwa waktu telah berubah membuat Shino sedikit sedih, dan kemudian dia memikirkan tentang generasi Konoha selanjutnya, yang membuatnya memikirkan Mirai. Yang membuatnya memikirkan apa yang Mirai katakan.

 

“Apa aku…terlihat setua itu…?” Ujar Shino tanpa berpikir.

 

Kiba melihat dari balik bahunya. Akamaru telah berada si depan mereka, jadi hanya mereka berdua yang melompati pepohonan. Jika dilihat sekilas, mereka seperti terbang di udara. Mereka memilih metode transportasi ini daripada berlari di tanah karena lebih cepat. Dalam setiap lompatan, sekeliling mereka mengabur dan mereka sudah jauh meninggalkan yang di belakang mereka. Untuk sesaat, mereka bergerak dalam keheningan, hingga Kiba menyadari apa yang Shino katakan.

 

“Oi, oi, jangan terlalu terganggu dengan hal seperti itu.” Ucap Kiba dengan cengiran. “Paman serangga.”

 

“Aku tidak terganggu. Diamlah kau, Bakamaru [Baka: Bodoh].”

 

“Kibamaru! Eh, bukan, bukan Kibamaru juga!”

 

Itulah topik pembicaraan mereka sembari mereka melayang dari pohon ke pohon. Bau tanah dan popohonan sangat kuat, dan serangga ada dimana-mana. Hari yang indah dengan cuaca yang bagus. Sangat mengejutkan dan luar biasa, jauh lebih baik dari yang diperkirakannya karena angin kencang semalam. Kupu-kupu cantik menari di kedamaian pagi hari.

 

Setelah beberapa saat hening, Shino membuka mulutnya lagi.

 

“Aku belum setua itu untuk dipaggil paman, tapi kalau aku dipanggil begitu, kau seharusnya juga, Kiba, karena kita teman sekelas yang seumuran…”

 

“Kau benar-benar terganggu oleh itu!”

 

“Ya, itu menggangguku. Kiba…apa aku benar-benar terlihat setua itu?”

 

Kiba memberikan cengiran pad Shino yang terbuka terhadap perasaannya.

 

“Baiklah, baiklah, lihat itu, dibandingkan saat kita masih anak-anak, kau jadi lebih jujur.”

 

Cengiran Kiba yang tahu segalanya membuat Shino jengkel.

 

Shino dengan sengaja mengalihkan pandangannya saat dia mengatakan, “Aku menanyakanmu karena kita sudah saling mengenal sejak lama. Jadi, apa ku terlihat setua it–”

 

“Kau benar-benar serius ya! Menanyakan dua kali! Baiklah, aku mengerti. Kau baik-baik saja! Kau terlihat sesuai dengan usiamu!” Kiba mengusap rambutnya, suaranya menguat. “Kau lebih tinggi dariku, dan kau selalu diam dan mengenakan kacamata hitam itu, jadi tentu saja kau terlihat dewasa! Jadi kalau dipikir lagi, bagi anak sekecil itu, kita semua tampak tua!”

 

“Benarkah? Jadi, tidak ada yang bermasalah denganku…?”

 

“Kau sangat keras hati ya… lihat, kau seharusnya tidak menggunakan kacamata hitam itu lagi. Kau akan terlihat sedikit lebih tampan. Bukan hanya sedikit, jelas-jelas jauh lebih tampan dari wajah Naruto yang bodoh itu, jadi jangan khawatir!” Ucap Kiba blak-blakan, kemudian dengan yakin menunjuk dirinya sendiri dengan ibu jari, “Yah tentu saja kalau soal ketampanan, kau yang kedua setelah aku dan Akamaru.”

 

Setelah Akamaru… Aku tidak mengerti, itu aneh…

 

Shino menatap lekat-lekat ekor Akamaru yang ada jauh di depan.

 

Lanjut Chapter 8 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar